Thursday, June 28, 2012

Kegalauanku. Anybody help me..


Lagi2.. Galau. Dan daripada dipendam sendiri, mending dituliskan, biar plong :D

Jadi begini.. Terkadang saya bingung.. antara saya harus berbagi dengan orang lain, atau –berniat– mencerdaskan orang lain.

Yang pertama, saya selalu berpikiran, dengan berbagi kita akan menjadi lebih “kaya”. Sebagai contoh, ketika saya punya banyak materi kuliah dari dosen untuk ujian, disaat saya malas untuk membagikannya kepada orang lain, pasti saya selalu mensugestikan kepada diri sendiri “jangan pelit, bagikan pada orang lain. Insya Allah nanti kamu dimudahkan, karena telah membantu temanmu. Lagipula kamu kan mendapatkan dari orang lain juga. Insya Allah juga, pahala akan mengalir kok”.

Oke, ini bukan masalah yang besar pada saya, karena dengan berbagi juga saya yakin kemudahan akan kita dapatkan. Dan ini jelas, bahan yang saya miliki, tidak boleh hanya saya yang memiliki, orang lain berhak tau. Ya kan? Okay, case closed.

Nah.. yang kedua ini, yang membuat saya galau. Seperti kalimat awal di awal tulisan, antara harus berbagi dengan orang lain (lagi) atau mencerdaskan orang lain. Berhubung saat menulis ini, saya sedang –istirahat– belajar (baca: belajar SKS) buat UAS besok dengan seorang teman, saya jadi terinspirasi untuk menulis kegalauan saya ini.

Jaaadi.. masalahnya seperti ini.. Saya senang, jika berbagi dengan orang lain, kalau teman saya kesulitan dalam memahami pun saya mencoba menjelaskan sesuai dengan pemahaman yang saya miliki. Mengambil kasus real saja, kebetulan, Alhamdulillah untuk ujian besok, sang dosen telah memberikan kami kisi-kisi ujian, meskipun nantinya close book, tapi lumayan lah ya, punya gambaran soal ujian untuk besok xD otomatis kami harus mencari jawabannya kaan? Sudah terbayang permasalahan saya? K

Saya berusaha semaksimal mungkin mencari jawaban, pusing2, muter2, guling2 (lho?) sebaik mungkin untuk menemukan jawaban yang benar. Bukan hal yang gampang kan? Eh terus teman2 saya yang lain dengan enaknya, nanya “eh jawabannya apa?”. Dongkol tidak? Saya capek2 memikirkan sang jawaban sampai guling2, yang lain dengan enaknya mau nyontek, poin2 jawaban yang telah saya buat. Sudah pasti saya jadi lebih malas memberikan bahan (baca: jawaban) ujian dibandingkan dengan memberikan bahan dari dosen.

Galau itu ketika, muncullah pemikiran positif saya yang ‘menghasut’, “kasih aja, lagian kan kamu ngasih poinnya aja, belum tentu pas UAS yang essay itu, mereka bisa menjawab dengan sama persis seperti kamu.. siapa tau dapet bonus pahala dan kemudahan saat mengisi jawaban”. tapi di sisi lain, saya berpikir juga “aku pengen mereka mencari jawaban sendiri biar paham, gak cuma sekedar nyontek tapi tetep gak ngerti sama sekali”.

Lalu tindakan apa yang harus saya lakukan demi kebaikan bersama? Agar saya tidak merasa dirugikan, teman2 yang minta jawaban pun juga menjadi cerdas dan tidak dongkol pada saya karena saya tidak memberikan jawaban? Gimme some suggestions.. T___T

*NB: honestly, saya tidak terlalu peduli ketika orang lain (misalnya) menganggap saya pelit karena tidak memberikan jawaban, saya pun sebenarnya merasa tidak enak. Tapi menurut saya ini hanya salahsatu aktivitas ‘kecil’ yang sebenarnya orang lain dapat menilai saya dari sisi lainnya, untuk masalah pelit saja, saya tidak pelit dalam segala hal kan, hanya untuk hal2 tertentu saja. ;)

Wednesday, June 27, 2012

Criing.. Jadilah penulis!


“Jangan berkutat di teori, praktek langsung dengan menulis setiap hari jika kamu ingin mimpi menjadi penulis terwujud!” –Asma Nadia–

Salah satu status FB dari mbak Asma Nadia yang bikin saya tersentak sesaat. Menyadari kondisi kebingungan saya, yang mulai teratasi dengan quote tersebut. Tepat sekali hari ini, “kegalauan” untuk menulis, menjalar hingga sekujur tubuh sampai saya memasang sebuah status di dua social media yang saya miliki dan menuliskan “Pengen nulis tapi gak ada cukup ide untuk memulainya T__T”. Iyaaa.. saya ingin sekali menulis non fiksi –apa lagi fiksi- setelah akhir pekan lalu ikut seminar dan workshop menulis. Teori sudah dapat, sampai judul pun sudah dapat dua, tapi.. mengeluarkannya itu yang bingung. Bingung? Sepertinya sesuai dengan kata mbak Asma, “Jangan berkutat di teori, praktek langsung dengan menulis setiap hari”. Karena dapat teori, menulis yang benar, kesempurnaan pun mulai menuntut diriku. Jadi teringat quote dari bunda Helvy Tiana Rosa juga saat Seminar, “Menulis bagi seorang penulis itu lebih sulit dari pada seorang yang bukan penulis”, kenapa? Karena seorang penulis itu memiliki teori-teori dalam menulis, sehingga ketika ia salah, ia mengetahuinya dan secara tidak langsung tertuntut untuk sesuai dengan teori yang ada. Nah saya, belum jadi penulis terkenal –aamiin- saja, sudah pusing duluan. ~.~
           

日本に行きましょう! [Let's go to Japan!] ^^