Lagi2.. Galau. Dan daripada dipendam sendiri,
mending dituliskan, biar plong :D
Jadi begini.. Terkadang saya bingung.. antara saya harus
berbagi dengan orang lain, atau –berniat– mencerdaskan orang lain.
Yang pertama, saya selalu berpikiran, dengan berbagi kita
akan menjadi lebih “kaya”. Sebagai contoh, ketika saya punya banyak materi
kuliah dari dosen untuk ujian, disaat saya malas untuk membagikannya kepada
orang lain, pasti saya selalu mensugestikan kepada diri sendiri “jangan pelit,
bagikan pada orang lain. Insya Allah nanti kamu dimudahkan, karena telah membantu
temanmu. Lagipula kamu kan mendapatkan dari orang lain juga. Insya Allah juga,
pahala akan mengalir kok”.
Oke, ini bukan masalah yang besar pada saya, karena dengan
berbagi juga saya yakin kemudahan akan kita dapatkan. Dan ini jelas, bahan yang
saya miliki, tidak boleh hanya saya yang memiliki, orang lain berhak tau. Ya kan? Okay, case closed.
Nah.. yang kedua ini, yang membuat saya galau. Seperti kalimat
awal di awal tulisan, antara harus berbagi dengan orang lain (lagi) atau
mencerdaskan orang lain. Berhubung saat menulis ini, saya sedang –istirahat– belajar
(baca: belajar SKS) buat UAS besok dengan seorang teman, saya jadi terinspirasi
untuk menulis kegalauan saya ini.
Jaaadi.. masalahnya seperti ini.. Saya senang, jika berbagi
dengan orang lain, kalau teman saya kesulitan dalam memahami pun saya mencoba
menjelaskan sesuai dengan pemahaman yang saya miliki. Mengambil kasus real
saja, kebetulan, Alhamdulillah untuk ujian besok, sang dosen telah memberikan
kami kisi-kisi ujian, meskipun nantinya close book, tapi lumayan lah ya, punya
gambaran soal ujian untuk besok xD otomatis kami harus mencari jawabannya kaan?
Sudah terbayang permasalahan saya? K
Saya berusaha semaksimal mungkin mencari jawaban, pusing2,
muter2, guling2 (lho?) sebaik mungkin untuk menemukan jawaban
yang benar. Bukan hal yang gampang kan? Eh terus teman2 saya yang lain dengan
enaknya, nanya “eh jawabannya apa?”. Dongkol tidak? Saya capek2 memikirkan sang
jawaban sampai guling2, yang lain dengan enaknya mau nyontek, poin2
jawaban yang telah saya buat. Sudah pasti saya jadi lebih malas memberikan bahan
(baca: jawaban) ujian dibandingkan dengan memberikan bahan dari dosen.
Galau itu ketika, muncullah pemikiran positif saya yang ‘menghasut’,
“kasih aja, lagian kan kamu ngasih poinnya aja, belum tentu pas UAS yang essay
itu, mereka bisa menjawab dengan sama persis seperti kamu.. siapa tau dapet
bonus pahala dan kemudahan saat mengisi jawaban”. tapi di sisi lain, saya
berpikir juga “aku pengen mereka mencari jawaban sendiri biar paham, gak cuma sekedar
nyontek tapi tetep gak ngerti sama sekali”.
Lalu tindakan apa yang harus saya lakukan demi kebaikan bersama?
Agar saya tidak merasa dirugikan, teman2 yang minta jawaban pun juga
menjadi cerdas dan tidak dongkol pada saya karena saya tidak memberikan
jawaban? Gimme some suggestions.. T___T
*NB: honestly, saya tidak terlalu peduli ketika orang lain (misalnya) menganggap saya pelit karena tidak
memberikan jawaban, saya pun sebenarnya merasa tidak enak. Tapi menurut saya
ini hanya salahsatu aktivitas ‘kecil’ yang sebenarnya orang lain dapat menilai
saya dari sisi lainnya, untuk masalah pelit saja, saya tidak pelit dalam segala
hal kan, hanya untuk hal2 tertentu saja. ;)
hehehe...galaunya udahan belum??
ReplyDeletetelat ngoment euyy..
ternyata dari dulu sifat nida yang satu ini tetap dipelihara ya? hihihi
menurut tante, kalau teman udah tanya jawaban, ya jangan dikasih, menolong orang itu juga ada batasannya kan?? ^_____^
hehe sudah gak menggalaukan hal ini lagi :D
ReplyDeletehmm sipsip. btw, sifat nida yg mananya nih, te? hehe