Sunday, May 30, 2010

Cerita, Cerita Mimpiku.


Aku terpaku pada layar laptop di depanku. Tampak sebuah halaman kosong untuk aku menulis apapun yang aku mau. Layar laptop yang kecil membuatku harus memosisikan diriku, mataku lebih tepatnya, pada jarak yang dekat. Walau mata terasa perih, namun tetap ku fokuskan untuk menulis.

Sambil mendengarkan nasyid-nasyid favoritku yang mengalun dengan indahnya, kubiarkan jemariku menari dengan anggunnya di atas keaboard hitam. Huruf demi huruf pun tersusun menjadi sebuah kata dan kemudian terangkai dalam kalimat.

Pikiranku, kubiarkan terbang melayang melewati awan-awan angan dan cerita. Walau terkadang tersesat ataupun menjadi goyah. Terus menerus kupikirkan kata apa yang sebaiknya kutuliskan, dengan jemariku yang tak berhenti tuk menari.

Malam pun kian larut, jam yang tadinya menunjukkan pukul 22.50, kini telah berubah menjadi 23.15. Suasana yang tadinya ramai, perlahan-lahan menjadi sunyi. Udara yang tadinya panas, kini mulai terasa dingin. Kini, hanya terdengar nasyid, sayup-sayup suara pintu kamar yang sengaja dibuka dan ditutup, suara detikan jam dan sesekali getaran handphone.



Entah cerita apakah yang ingin aku tuliskan, tapi tetap ku susun kata demi kata dengan cermat sambil sesekali memperhatikan benda-benda di atas meja belajar  yang sedang ku tempati. Ada laptop di hadapanku, sebelah kanannya ada handphone dan charger nya, sebelah kiri laptop ada kipas angin kecil yang sengaja ku biarkan mati, serta sebuah minuman buavita yang baru saja diberikan oleh temanku.

Aku, tak lagi tinggal bersama kedua orangtua dan ketiga adikku. Kini aku tinggal di Asrama bersama teman-teman yang berasal dari berbagai wilayah di Kalimantan timur. Hal itu terkadang membuatku merasa rindu dengan keluarga dan ingin selalu pulang ke rumah.

Dengan asiknya aku terus menuliskan sebuah cerita. Tiba-tiba suara getaran hanphone mengagetkanku. Ternyata ada panggilan dari ibuku. Dengan terheran-heran, aku mengangkat telepon tersebut.

“assalamu’alaikum, ibu… ada apa? Kok tumben nelepon malam-malam?”
“wa’alaikumsalam… nak… hiks…”
Aku tersentak kaget mendengar suara ibuku yang tampak menangis.

“ada apa, bu? Kok nangis?”
“nak, ayahmu…hiks”
Lagi-lagi aku tersentak kaget, ucapan ibu yang terputus-putus itu membuat aku penasaran.

“Ayah kenapa bu???”
“ayahmu kecelakaan…hikss”
“hah? Innalillahi wa innailaihirajiun…”
Berita itu bagaikan guntur di siang bolong yang sungguh membuatku kaget setengah mati. Padahal baru sore tadi ia mengirimkan pesan kepada ayahnya dan ia baik-baik saja.

“trus gimana ayah sekarang, ibuu…??” Tak terasa aku mulai meneteskan air mata.
“sekarang ayah ada di UGD, dia koma… hiks”
Tangisku meledak.
“hiks.. Koma?!?! Gimana bisa?? Ibu dimana sekarang? Kenapa ayah bisa kecelakaan?? Hiks.. Ayaaahh….”
“ibu di UGD, nak… tadi ayah kecelakaan sepulang dari kantor, ba’da maghrib... Hiks.. Ada mobil yang berlawanan arah menabrak mobil ayah… hikss.. Ayah gak salah… tapi mobil itu jalan dengan sangat laju. Katanya mobil itu bermaksud menyelip, tapi dia gak melihat mobil ayah yang berlawanan arah. Dengan keras mobil itu menghantam mobil ayah… mobil ayah terpelanting… hiks.. Ayah yang menyetir mobil itu sendiri, terguling. Kepala dan badannya terhantam bagian dalam mobil dan pecahan kaca mobil.. Ayah mengeluarkan banyak darah… orang-orang disekitar langsung membawanya ke UGD dan sampai sekarang ayah koma… hikss.. Hiks…” cerita ibu dengan nada yang tampak sedikit tegar.

Mendengar cerita ibu, tubuhku bergetar dan terasa lemas. Air mataku tiada henti keluar dengan derasnya.
“ibuuu… saya mau ketemu ayah… hikss.. Ibu… ayah… gimana ini, saya mau pulang…”
“hiks.. Sabar nak… besok saja neng kemari… doakan ayahmu agar cepat sadar… besok om mu akan menjemput ke Asrama mu…”
“hiks.. Ayaaahh… maafkan saya…” sesalku.
“sudahlah… gak apa nak… besok neng bisa kesini kok…” jelas ibu mencoba menenangkanku, “sudah dulu ya, ibu harus mengabari kondisi ayah kepada adik-adik mu dirumah. Assalamu’alaikum…”
Ibu pun segera menghentikan panggilan itu tanpa mendengar jawaban salam dariku.

Sesaat terbayang segala kenanganku bersama ayah, segala nasihatnya, perlakuannya terhadapku, pengorbanannya, membuat tangisku semakin meledak dan tiada hentinya. 

Padahal baru saja Khansa berniat untuk bercerita pada ayahnya tentang apa yang terjadi selama ia di Asrama. Hanya dengan ayahnya ia bisa bercerita dan meminta pendapat terhadap masalah yang menimpanya. Khansa mengingat, bahwa selama ini banyak membantah dan menyusahkan ayahnya. Ia merasa bersalah dan tak ingin secepat ini kehilangan ayah tercintanya. Khansa semakin menangis hingga akhirnya semua gelap….

“astaghfirullah…”
Tiba-tiba Khansa terbangun dari posisi terlentangnya. Air mata yang mengering terasa membuat wajahnya lengket. Matanya menjadi sembab karena menangis. Khansa mengusap wajahnya, namun Khansa kaget. Ternyata itu  mimpi! Cerita yang baru saja ia alami ternyata hanyalah mimpi! Mimpi yang tampak nyata itu membuat Khansa menangis dalam tidunya. Ia heran, padahal ia ketiduran diatas kursi saja, tapi menghasilkan mimpi yang bergitu menyedihkan.

“Alhamdulillah…”
Terbesit rasa syukur, karena ternyata itu hanya mimpi. Ayahnya tak kecelekaan ataupun koma membuatnya bahagia.

Bersegeralah Khansa meraih handphone yang masih berada di meja bagian kanan, lalu ia menelepon sang ayah dengan penuh haru.
“ayah…”


dormitory, May 30, 2010
Finished at 01.03 am

No comments:

Post a Comment


日本に行きましょう! [Let's go to Japan!] ^^